Minggu, 07 September 2014

Kontribusi dan Mengabdi, Manakah?



Malam minggu berjalan seperti biasanya. Masih seperti biasanya. Langit mendung hitam dan tanpa bintang. Suasana gerah kota Surabaya membuat rasa dahaga merangsek masuk, namun yang terfikirkan adalah seperti layaknya yang lain, ES, dan es susu yang ku pilih. Sekalian memulihkan kondisi tubuh yang kurang fit karena tuntutan fisik dan mental.

Dan seperti biasanya, susu selalu mampu memberikan energi positif karena kandungan gizinya (semoga dianggap benarlah). Pada seruputan kedua yang kunikmati sembari membaca Koran, terlintas kembali pertanyaan itu. Pertanyaan tentang mengapa aku ikut andil dalam bagian kegiatan itu. Padahal proses dari kegiatan sebelumnya cukup membuat frustasi tetapi sangat dirindukan. Dalam lamunan mulai muncul kata loyalitas, pengabdian, bentuk kontribusi dan lainnya.

“Selalu ada penghargaan bagi orang yang berkontribusi, tetapi belum tentu bagi orang yang mengabdi.” Kata tersebut spontan saja muncul dipemikiranku. Benarkah pemikiranku ini? Tiada bukti, hanya perasaan hatiku saja. Dalam setiap lamunan, mulai kuingat kegiatan – kegiatanku selama 2 semester terakhir. Ada rasa bangga, ada pula rasa gelisah. Hmmm…. Entah apa penyebabnya, rasa gelisah itu muncul juga, padahal kegiatan telah berlalu dan banyak juga yang sukses ataupun hampir sukses.

Mengapa bisa tertarik? Apakah itu ambisi pribadi? Apa hanya karena ingin terkenal? Atau hanya . . .? apakah aku . . .?

Ah, mulai ku yakinkan bahwa itu adalah pemikiran Pengecut yang bekerja di balik layar, mengevaluasi jika dirasa keliru, dan tersenyum jika dirasa berhasil. Yang jelas, aku hanya mengerjakan yang (saat ini) kuyakini.

Teringat juga dengan jargon PSDM Formasta yang disepakati, “Dedikasi dalam Berkontribusi” serta kata status dari wanita strong yang selama ini kukenal, “Berhenti mengeluh tidaklah cukup. Berkata-kata indah dengan penuh semangat juga tidak akan pernah cukup. saatnya kita tak hanya urun angan namun juga turun tangan, luruskan niat kuatkan tekad mulai saat ini. mengabdi tanpa batas” membuat seruputan ketiga makin bermakna. Semoga kutemukan arti yang mengesankan tentang kontribusi dan pengabdian.

Semoga yang kuyakini masih rasional dan bisa dianggap benar oleh orang lain.  Baik kontribusi maupun mengabdi, sama baiknya, sama mulianya, asal tujuannya baik dan mulia pula. Dan akhirnya, susupun habis. Semoga masih bisa menyukai susu meskipun kebiasaan mulai bergeser ke Good day freeze karena susu selalu mampu memberikan energi positif karena kandungan gizinya (semoga dianggap benarlah).


-Renungan Segelas Susu-
-Sebuah cita, pemikiran, cerita yang emosional dan penuh pembelajaran-
6/9/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar